Memimpin dan Mengelolan Reformasi Birokrasi di Lembaga Anda

Melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) pada sebuah organisasi / institusi bukanlah sekedar menjawab atau membuat laporan diatas kertas atas Area-Area Perubahan sesuai format yang disediakan oleh Tim Reformasi Birokrasi Nasional. Melaksanakan RB berarti melakukan perubahan yang bersifat transformasional dengan cara yang sistematis melalui skenario dan roadmap yang terpadu serta utuh dengan tetap menjaga konsistensi pelaksanaan/pengelolaan perubahan agar berkelanjutan. RB bukanlah kegiatan yang temporer, piecemeal dan bersifat insidental. Karena itu diperlukan model kepemimpinan tertentu yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan diatas.

Diperlukan kepemimpinan yang kuat - ‘powerful’ untuk mendorong dan menggerakkan seluruh komponen organisasi melakukan perubahan siknifikan di bidang masing-masing dalam menuju visi umum sebagaimana telah dicanangkan dalam The Winning Formula. Kepemimpinan yang kuat diukur dari tingkat komitmennya terhadap program transformasi, yakni:
  1. Meletakkan Program RB sebagai Prioritas.
  2. Bersikap persisten dan ‘ngotot’ membela perlunya program RB dilakukan.
  3. Menyediakan dan mengusahakan tersedianya sumberdaya bagi program RB
  4. Kreatif dan jeli mencari solusi bila terjadi kesulitan, hambatan maupun tantangan yang menghadang program RB
  5. Mau terlibat dalam menyusun rencana aksi tindak lanjut secara rinci dan detil.
Kepemimpinan yang kuat juga ditandai dengan 3 sikap dalam mengambil keputusan sulit dan dilematis ataupun dalam keadaan ‘krisis’ yakni Cepat, Tegas dan Sensitif.

Jajaran pimpinan dan key person institusi hendaknya bertekad memenuhi tuntutan ‘Strong Leadership’ yang diamanatkan oleh Program RB guna mewujudkan Transformasi Organisasi menuju Lembaga birokrasi yang berkelas Dunia.



Insan Pelaku: Mengawal Perubahan

Kegiatan-kegiatan perubahan yang diperlukan dalam Reformasi Birokrasi menuntut adanya konsistensi dan karena itu perlu dikelola dan dikawal secara baik, terutama terhadap "gangguan" pekerjaan rutin.

Mengingat tingginya kompleksitas pekerjaan di dalam program reformasi birokrasi yang dilakukan secara transformasional, maka perlu disiapkan tim kerja yang kuat untuk mengawal kegiatan-kegiatan perubahan dan fokus pada suatu aspek tertentu agar diperoleh telaahan dan rumusan yang dalam dan tepat mengena. Dengan mempertimbangkan berbagai hal, terutama ketersediaan sumber daya manusia, pengorganisasian kerja Transormasi organisasi hendaknya dilakukan dengan membentuk Tim Transformasi RB dilengkapi dengan Pokja-Pokja yang membidangi Area Perubahan tertentu, seperti Pokja Budaya, Pokja Model Operasi atau Ketatalaksanaan, Pokja Strategi Organisasi, Pokja Human Capital, Pokja Manajemen Perubahan, dan sejenisnya sesuai kebutuha.



Pada dasarnya pengorganisasian diatas dimaksudkan lebih kepada fokus dan kedalaman analisa maupun rumusan-rumusan rencana detil elemen-elemen pada masing-masing aspek yang menjadi tanggung jawab setiap Kelompok Kerja (POKJA) dengan bertumpu pada keselarasan skenario utama yang ditetapkan oleh Tim Transformasi Organisasi (TTO). Rencana-rencana detil tersebut haruslah bermuara pada kriteria serta ukuran-ukuran kuantitatif yang menantang (set high target) agar mengarah kepada pencapaian Visi maupun Stepping Stone (Sasaran antara).

Pembentukan TTO maupun Pokja Perubahan hendaknya dilengkapi pula dengan Misi, Tugas/Fungsi, serta Prinsip-Prinsip Kerjanya.

Dunia Baru Kita: The World 2.0

Sumber & Artikel Top



My Social Blogs
Selepas Era Industrial (1750-1960) yang tumbuh dengan konsep dan paradigma persaingan “To Kill or To Be Killed”, dunia kini memasuki memasuki Era Informasi (1995-Sekarang) dengan tuntutan konsumen yang paradoksikal yakni “Lebih Baik, Lebih Murah, dan Lebih Cepat”. Tuntutan konsumen yang tinggi dan semakin tinggi tersebut menuntut kualitas kerja dan kompetensi yang prima dari para penyedia produk dan jasa tanpa bisa ditawar lagi.

Tuntutan konsumen yang paradoksikal tersebut telah pula memaksa terjadinya strategi dan konsep baru dalam dunia industri dan perdagangan yakni strategi aliansi yang marak sejak awal tahun 2000-an. Dan kini, sejak 2005, telah memuncak dengan munculnya konsep baru Shareable dan Collaborativeable yang dimulai dari dunia internet sebagai Web 2.0 dan kemudian menjadi paradigma baru: “Coopetitive value” (Cooperation & Competition).

Paradigma Coopetitive menuntut perlunya kolaborasi untuk menghasilkan produk yang “Baik, Murah dan Cepat” dan untuk itu setiap kolaborator atau individu harus memiliki kompetensi yang tinggi agar dapat bergabung. Adapun kompetensi yang tinggi tersebut harus dicapai dengan berlatih dan bertanding, bukan untuk saling mematikan tetapi untuk mempertinggi kualitas kompetensi yang dimilikinya. Inilah dunia baru masa kini dan ke depan dan kami menyebutnya sebagai Dunia baru World 2.0.


Lihat juga disini:






Skenario Perubahan

Mengingat kompleksnya proses perubahan yang bersifat transformasional sebagaimana dikehendaki dalam Grand Design RB, maka keterpaduan setiap komponen transformasi merupakan kunci utama keberhasilan program ini. Untuk itu harus dibuat sebuah skenario yang sistematik, komprehensif, saling terkait, namun tetap mudah dipahami. Skenario ini menjadi acuan dan panduan segala rencana dan kegiatan progam transformasi pada suatu organisasi.

Oleh karena itu skenario perubahan harus memuat dan mewadahi secara terpadu elemen-elemen beikut ini:


1. Aktivitas Utama
2. Prasyarat Sukses
3. Stepping Stone
4. Tahap Transformasi

5. Insan Pelaku

6. Esensi Pembaruan


Disamping hal-hal penting diatas, maka dalam menyusun Grand Scenario hendaknya mencakup hal-hal berikut ini agar fungsinya sebagai panduan utama Program Transformasi tercapai:

• PENJURU yang JELAS
• HOLISTIK dan TERPADU
• TAHAPAN yang JELAS
• LANGKAH-LANGKAH yang PASTI
• ASPEK/OBYEK PERUBAHAN
• UKURAN SUKSES
• PELAKU PERUBAHAN



Untuk Penjelasan lebih lanjut,

Envisioning

Ini adalah Proses untuk membangun dan menciptakan Masa Depan organisasi, menetapkan Kriteria Sukses, dan merumuskan Strategi Pencapaian melalui Penetapan Sasaran Jangka Panjang, dan Jangka Pendek, Sasaran Kelompok serta Sasaran Individu.

Proses perumusan The Winning Formula dan The Success Model yang akan dibahas secara rinci pada artikel berikutnya, adalah bagian dari langkah envisioning (minus Sasaran Kelompok dan Individu).

Secara garis besar envisioning mencakup:
• Vision Redefinition (mendefinisi ulang visi organisasi)
• Business Plan (Perencanaan Usaha)
• Strategy Development (Pengembangan Strategi)
• Success Model (Penetapan Kriteria Sukses)
• Goals & Targets (Penetapan Tujuan dan Sasaran)



Jelas kiranya bahwa langkah envisioning tidak lain merupakan tindakan untuk menghasilkan rumusan-rumusan dalam The Winning Formula dan The Success Model.


Landasan Implementasi Reformasi Birokrasi

Garis Besar Tahapan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 yang diterbitkan melalui PermenPAN dan RB No: 20 Tanggal 30 Desember Tahun 2010 menghendaki dibangunnya landasan yang kuat untuk menjamin implementasi Reformasi Birokrasi secara konsisten pada 2010.


Tentu kita sepakat pe[aksanaan Reformasi Birokrasi bukan sekedar membuat laporan atas delapan Area Perubahan berdasarkan format-format laporan yang telah ditentukan tanpa skenario perubahan dan landasan yang sistematis dan terarah.

Ibarat ingin merombak sebuah rumah, kita tidak bisa hanya sekedar memperbaiki disana sini bagian dari rumah satu persatu (peacemeal approach) entah itu mengganti pintu atau menambah kamar di lantai dua, tetapi langkah pertama yang harus dibuat adalah membuat pondasi baru sebagai landasan bagi seluruh komponen baru rumah yang akan dibuat atau diperbaiki. Dan landasan sebuah rumah yang hidup tidaklah sekedar bangunan fisiknya saja melainkan harus pula disertai dengan konsep aura/roh yang nantinya akan mewarnai kehidupan penghuni rumah tersebut. Lantas, apa saja landasan rumah birokrasi yang hendak dirombak (reformasi)?

Berdasarkan hukum-hukum perubahan yang bersifat transformasional (perubahan yang mendasar, strategik dan menyeluruh) maka landasan landasan RB yang harus dibangun meliputi paling tidak 10 aspek sebagai berikut:

(silakan klik untuk keterangan masing-masing)
  1. Envisioning
  2. Skenario Perubahan
  3. Pelaku perubahan
  4. Change Leadership
  5. Roda Pembaruan
  6. Change Management
  7. Building New Culture
  8. Building New Infrastructure.’
  9. Building New Competencies
  10. Creating New Customer Value
Kesepuluh aspek diatas akan menjadi landasan untuk menghasilkan atau untuk melaksanakan ke delapan Area Perubahan, sebagaimana gambar di bawah ini:

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ke 10 aspek diatas, klik saja pada masing-masing aspek tersebut. Anda akan diarahkan pada halaman penjelasan masing-masing.

Atau hubungi saja kontak di bawah ini:

Pemerintah = Melayani?

Tidakkah aneh bagi anda ketika mendengarkan pidato para petinggi atau pimpinan institusi birokrasi yang mengatakan bahwa pemerintah bertugas melayani masyarakat dan aparatur pemerintah (PNS) adalah abdi negara (masyarakat, rakyat)? Kata 'pemerintah' berasal dari kata 'perintah' dan karenanya kata pemerintah berarti 'yang memberi perintah'. Nah, bagaimana mungkin si tukang perintah kini diminta untuk melayani? Dua hal yang bersifat paradoksal, pastinya.

Itulah salah satu contoh paradigma (cara pandang) yang harus digeser atau dirubah mengingat perubahan dan tuntutan jaman dimana rakyat/masyarakat telah menjadi pelanggan yang menentukan keberlangungan dan eksistensi sebuah pemerintah akibat demokratisasi. Rakyat kini bisa memilih pemerintah mana yang mereka kehendaki untuk "melayani" mereka. Mereka bukan lagi sekumpulan orang yang bodoh dan bergantung kepada pemerintah, tetapi telah menjelma menjadi pelanggan pintar yang mampu memproduksi sendiri apa yang bisa diproduksi oleh pemerintah (apabila diijinkan). Kini rakyat bisa mencetak KTP yang lebih bagus dari buatan pemerintah, menelola perusahaan yang lebih baik dari BUMN, bahkan bikin kota yang lebih rapi dan nyaman daripada yang dikelola oleh pemerintah! Kebergantungan itu kini bisa berbalik arah dan sudah tentu yang ideal hendaknya diarahkan menjadi saling bergantung.

Kita teruskan paradigma lama tadi. Dengan paradigma birokrasi sebagai tukang perintah maka dibuatlah organisasi yang hirarkis berujud piramida dimana makin ke puncak seseorang memiliki semakin besar kekuasaan untuk memerintah dan wewenang untuk mengontrol orang dibawahnya dan karenanya disebut anak buah. Anak buah pertama ini pun mengikuti pola pikir demikian, begitu seterusnya hingga yang paling bawahpun melihat rakyat sebagai harus diperintah dan diawasi. Paradigma tersebut membentuk pola pikir (mind-set) "Command & Control" dan menjadi dasar pola pikir bagi sistem manajemen organisasi secara keseluruhan.


Di dunia bisnis, sudah dua dekade belakangan ini para pebisnis menyadari benar piramida terbalik, bukan lagi para pimpinan dan aparat organisasi menjadi raja diatas konsumen, melainkan konsumenlah yang menjadi pihak yang harus dilayani.



Contoh diatas hanyalah salah satu paradigma dan mind-set dari seperangkat paradigma dan mind-set (lihat Mind-Set, klik disini) yang harus digeser dalam rangka melaksanakan Reformasi Birokrasi. Siapkah anda..??

MITRA RB